bangga menancap menjadi tiang penopang tanggung penimbang jawab
menjadi raja bagi raga yang kujaga dari godaan penggoda amatiran
kokoh kuberdiri menghadang badai merontokkan sarang mudaku
dengan apa lagi kutahan kedukaan jika amarahku tak lagi tertahan
kupaksa menahan rintih dari perih tancapan kuku-kuku garudaku
darah mengalir bau anyir menyungai di kemarau yang kuundang sendiri
gugur musim mujur membekukan cita-cita meluluhlantahkan cinta
yang sempat kupunya semenjak kata menjadi senjata tiada tandingnya
dengan apa lagi kuwakili suara hati jika teriakkan kalian anggap hanya bisikkan
kukipas-kipas luka sayat dari mayat-mayat gendut berdasi kecut
kubuai mereka dengan nyanyian sumbang bibir sumbingku
ayunan penuh mesra kukaitkan pada kursi goyang titipan jelata
empuk mengoyak dengan santainya melambaikan kedukaan yang mendalam
dengan apa lagi kukeringkan basah darah di badan penuh cabik kering tersuntik
kapas-kapas putih membuih di tepi-tepi bibir berombak dusta dan nista
janji-janji mantra sejati mengelabui kejujuran yang kutanam bersama kalian
dengan apa lagi kubalut luka mendalam jika belum kering luka lama dalam diam
Bandung, 090312
No comments:
Post a Comment