Pertarungan Tak Bertaring

sehabis mentari sejengkal naik dari pucuk gunung di cermin barat, para pendekar berdatangan dari segala penjuru ‘tuk berburu dan belahan bumi tanpa diundang hanya telepati menepati janji yang disebar lewat merpati dengan belati dan melati ditalikan di kakinya ketika dilepas pergi oleh petarung terbaik tahun ini, mereka berterbangan memasuki arena dengan senjata berukir baja atau berjubah kulit jati dan rambut terurai menutupi wajah lengkap dengan pedang berukuran sedang terpaku di pinggang atau menggantung di sepanjang punggung.

sang petarung terbaik memucat wajah, telah mencatat sejarah dengan darah, juga lelah membelah nyawa dari raga hingga hilang sebelah jati dari diri jua raga tak lagi berarti, jika sang petarung terbaik itu sudah mulai beraksi dan bersaksi bagi kematian lawannya, meskipun tak semua lawan menjadi musuhnya.

ia dihormati, namun sayang, dia sendiri yang menginjakinjak dirinya di antara wadah kehormatan yang disediakan untuknya setelah tahun lalu berhasil menumbangkan seribu lawan dari seluruh perguruan empat arah mata angin dengan luka empat liang dan patah empat tulang.

ada gumam perlahan di antara gigi putihnya, ‘aku petarung tak bertaring, cakarcakar tajamku sudah habis kugunting, tulang kawat otot baja dirampas sang maling, merayap di antara angkaangka jam dinding, mengkeriputi kulit segarku dulu, dan berjalan pun nyaris terseok disapu angin sepoi bukan badai. gantikan aku, asal jangan kalian berpisah, membunuh! jangan!

janganlah menjadi petarung tak bertaring… jadilah kalian taring bagi kawan ‘tuk membela dari serangan lawan. jika baik, jadilah baik! saat bertarung, keluarkan taring, dan ketika bertindak, aku rasa tak ada salahnya jika kau keluarkan juga tanduk!

Bandung, 130312