18.00-19.00
magrib tiba saat yang dia miliki dibawa pergi
azan tak lama bertahan di telinga yang nganga setengah
di ujung semenanjung: hidup tak selamanya berkisah
tentang untung yang tak berujung.
dia melihat dengan mata yang
sedang bercinta bersama airmata
pekerja berbondong-bondong pulang kerja
mereka bermain balapan dengan lelap
kecap dalam tabung yang dinyalakan
: cepat pulang!
"bismillah..."
ujar kesah
lalu dia melangkah
dia mencoba bertahan
diajak berkaroke oleh klakson-klakson
yang gamblang menyanyikan gelang-gelang
sepatu gelang, marilah pulang
marilah pulang
matanya berkesap-kesip
sebab pawai lampu di atas jalanan
masih setia berbagi cahaya seperti mata berkedap-kedip
tapi dia mencoba merunduk-intip tak bernyali.
jika dia menegak dia takut kepala bertanduk
mulut dan hidung
merelakan diri untuk tidak
menyeleksi udara bercampur
debu serta pelbagai bau
dari lubang-lubang sumur
legal dan ilegal
sepasang kakinya
melanjutkan langkah
yang ingin berlanjut
19.00-20.00
belum apa-apa
banyak orang menanya
"sudah berapa hasil yang diperoleh?"
padahal mereka hanya berhasrat pada berkat
oleh-oleh
terdengar samar tapi obat bagi memar
masjid-masjid yang mengidungkan
undangan "datanglah kemari, sebelum
didatangkan ke sini"
dia kulihat menghentikan langkah
mencari pelipur hati agar tak kenal
"berhenti saja, setelah ini"
dia ingin niat tak serupa kapur tulis
yang jatuh ke kanal
hatta, pintu sebuah masjid
menerokah senyum yang kemudian
mengulumnya dengan air suci
zikir-pikir yang mengukir-ulir
ular kehidupan
lantas dia terlepas dari kuluman
disertai kudapan bagi kalbu kehidupan
20.00-21.00
di samping-samping jalan
berdiri rumah-rumah makan dari tenda
tanda pinggiran
rupanya lapar adalah kekasih jalang
bagi lambung kosong membayang
dia mendengar isi dompet berujar
seperti hajar bagi lapar agar bisa sabar
"hanya cukup untuk membeli gorengan..."
dia pun menghampiri penjual
makanan tanpa sandal
dilihatnya kuali seperti isi
bumi. perlu proses memasak
agar dirinya tampak matang menjejak
didapatinya hanya beberapa buah saja
dengan wajah pasrah-berseri dia berkata
"duhai perut yang tabah
menjadi kakbah
ini ada beberapa buah gorengan
untuk menutup mulut lapar beberapa
saat ke depan..."
langkahnya tak jau merendah
dia terus melangkah
sesekali deru suara kendaraan bermotor
umpama pemutaran ulang masa silam
dia jadi kakbah jua
bagi kenang-kenangan
yang khusyuk berthawaf
mengingatkan kembali
ingatan agar tidak mengulangi khilaf
21.00-22.00
melewati sebuah taman yang menjadi sebuah
rumah bagi kisah-kasih remaja; dia terpekur
mengingat adik perempuannya
alangkah tidaklah mudah
menjadi kakak. dia ingat tayangan-tayangan
di layar televisi. di halaman-halaman
koran harian. berisi intrik kelam
percintaan kaum muda-mudi generasi
yang dikata "masa depan"
22.00-23.00
dari rumah yang masih aksa di mata
ibu hadir jadi pesan singkat
"kapan pulang tepat?"
airmata berlarian di atas
pipi yang kemerahan
23.00-24.00
puncak dari malam tidak selalu kelam
begitupun dengan siang
keduanya bergantung pada kehendak cuaca
seperti tuhan penggagal dan pemberhasil rencana
tak sedikit pun dia mencoba istirah
sebab jiwa tak kenal lelah
maka jasad pun memilih tak kalah dengan letih
24.00-01.00
jalanan mulai kesepiaan
tapi tak pernah benar-benar sendirian
beberapa orang gila, anak terlantar
menjadikannya tikar
dia yang kulihat sedari awal
tak kekal dalam pandang
sebab awan datang
ke hadap aku jadi alang-melintang
aku mendengar suara
hujan berjatuhan
01.00-02.00
haruskah aku marah
dengan mereka yang tengah
menjalankan tugas semestinya?
egois adalah bagian dari iblis
dan manis gula buatan
yang membahayakan badan
kemudian kembali aku melihat dia
sebagian pakaian dan badannya kuyup
oleh hujan yang menyusupkan tembusan
sesekali dia seperti tengah rukuk
memijiti kakinya lalu meneruskan langkah
bagaimana jua, jasad butuh perhatian
penuh
02.00-03.00
aku dan dia mendengar suara
ayam jantan berkokok
berdoa kami dalam diam
masing-masing
katak-katak di sawah
seperti suara kanak-kanak
yang meminta sesuatu pada ibunya
para pekerja seks
masih setia membuat
cerita mesum-mesra
kain sutra
dia tak berkata apa-apa soal itu
hanya "amin..." kudengar dari mulutnya
dan allu melanjutkan perjalanannya
03.00-04.00
gelisah kini hadir kepada aku
azan subuh membangun
tubuh fajar kian binar
hampir aku berpikir sudah
biasa saja. ternyata dia
melihat aku; bulan di atas pejalan
karena menunda adalah tanda
maka dia menembus
fajar kudus dengan hati mulus
meski matahari siap-siap
memanasi jalanan
sang pejalan tetap berjalan
menuju pulang kembali
begitupun aku
Usup Supriyadi
bogor, april 2012
Tujuan kumpulan puisi online PBKS ini diwujudkan adalah untuk memartabatkan bahasa melayu kebangsaan dan bahasa nusantara di samping mengeratkan silaturrahim dan ukhuwah dalam dunia penulisan melayu nusantara di maya.Salam persaudaraan serumpun buat semua.
Pihak kami sangat menghargai karya-karya yang dikongsikan di sini. Oleh yang demikian,sebarang pengeluaran semula karya haruslah merujuk dan mendapat keizinan pihak admin terlebih dahulu.
Pihak kami sangat menghargai karya-karya yang dikongsikan di sini. Oleh yang demikian,sebarang pengeluaran semula karya haruslah merujuk dan mendapat keizinan pihak admin terlebih dahulu.
No comments:
Post a Comment