berkutat di wasilah waktu
dari satu kesunyian menjemput kesunyian lain
bergegas mengejar sambil mengujar dengan berlari,
sesekali dalam jingkat-jingkat seraya jibaku temui badai-badaimu
dalam kelebat itu, tatapan yang kau tohokkan menghunjam ataukah berlanjut merajam? vibrasi yang mengabrasi dinding tebing, sebuah adegan tersunting ataukah punting mencuat ke atas?, episode bertanya kejenuhan rutinitas tak tuntas, kehilangan semestinya bersilang tentang ingat-ingatan indah, mendedah siklus awan kumulus atau deret memori yang terrekam berlangsung lama, hingga ruang yang luang kusinggahi atau kusemayami dengan rasa nyaman berkali-kali siuman?
:itu yang kutakutkan tentang sebatas rasa sesaat
perih menggelitik pun harus kutelisik di sekujur tubuh jiwamu, menjari gores-gores atau melebam jejakkan ladam. Melupa sambil berkutat pada kembara-kembaramu, menepis dengan senyum atau melankolis bait-bait, sekalipun hasrat terpendam, menyelam dan menyulam tatap, tentang rentang kebersamaan, meliuk memeluk angin, mendekap ingin, bayang-bayang tanpa badan, lalu menyetubuhi bagai buih
kesangsian melenggang mengikuti tenggang waktu, tak serupa menyiksa, menyita dan menista diri, pada deret hari, minggu, bulan dan tahun, pun pada limit-limit waktu terus beringsut, kujejak setiap pijak kauukir, singgah tak pernah kausanggah, sementara tergugah untuk menggugat, tapi urung, karena aku cenderung suka liarmu, biar tak bias menguliti sisi indah makna bait-bait ode, pada opera rasa meleluasa telanjangi sisi tersembunyi, pada sunyi meriung suntuk menelikung malam, sekali menatap dalam-dalam, tak ada kelam bergelayut, karena fajar mengingatkan istighfar pada setiap safar, bersemayamlah di keping hati, sesungging senyuman serupa jawab, seraya aku mengulum senyum
larik kata di secarik mimpi
kusemat lafal kesumat
pada ingat yang meminat suluk mahabbah
serupa Rumi pada Syamsi Tabriz
Mahbub Junaedi
Bumiayu, Selasa, 24 April 2012, 00:35
dari satu kesunyian menjemput kesunyian lain
bergegas mengejar sambil mengujar dengan berlari,
sesekali dalam jingkat-jingkat seraya jibaku temui badai-badaimu
dalam kelebat itu, tatapan yang kau tohokkan menghunjam ataukah berlanjut merajam? vibrasi yang mengabrasi dinding tebing, sebuah adegan tersunting ataukah punting mencuat ke atas?, episode bertanya kejenuhan rutinitas tak tuntas, kehilangan semestinya bersilang tentang ingat-ingatan indah, mendedah siklus awan kumulus atau deret memori yang terrekam berlangsung lama, hingga ruang yang luang kusinggahi atau kusemayami dengan rasa nyaman berkali-kali siuman?
:itu yang kutakutkan tentang sebatas rasa sesaat
perih menggelitik pun harus kutelisik di sekujur tubuh jiwamu, menjari gores-gores atau melebam jejakkan ladam. Melupa sambil berkutat pada kembara-kembaramu, menepis dengan senyum atau melankolis bait-bait, sekalipun hasrat terpendam, menyelam dan menyulam tatap, tentang rentang kebersamaan, meliuk memeluk angin, mendekap ingin, bayang-bayang tanpa badan, lalu menyetubuhi bagai buih
kesangsian melenggang mengikuti tenggang waktu, tak serupa menyiksa, menyita dan menista diri, pada deret hari, minggu, bulan dan tahun, pun pada limit-limit waktu terus beringsut, kujejak setiap pijak kauukir, singgah tak pernah kausanggah, sementara tergugah untuk menggugat, tapi urung, karena aku cenderung suka liarmu, biar tak bias menguliti sisi indah makna bait-bait ode, pada opera rasa meleluasa telanjangi sisi tersembunyi, pada sunyi meriung suntuk menelikung malam, sekali menatap dalam-dalam, tak ada kelam bergelayut, karena fajar mengingatkan istighfar pada setiap safar, bersemayamlah di keping hati, sesungging senyuman serupa jawab, seraya aku mengulum senyum
larik kata di secarik mimpi
kusemat lafal kesumat
pada ingat yang meminat suluk mahabbah
serupa Rumi pada Syamsi Tabriz
Mahbub Junaedi
Bumiayu, Selasa, 24 April 2012, 00:35
No comments:
Post a Comment